Penyelesaian dan Pengadilan hubungan Industrial

Minggu, 29 Mei 20111komentar

Pengadilan hubungan industrial berdasarkan UU No. 2 tahun 2004 ditempatkan dan berada pada pengadilan negeri di setiap kabupaten kota. Sampai dengan tahun 2008, pengadilan hubungan industrial baru terbentuk di 33 ibu kota provinsi seluruh Indonesia.

Ketua pengadilan hubungan industrial adalah ketua pengadilan negeri setempat, dengan majelis hakim terdiri dari: ketua majelis dari hakim karier, anggota hakim ad-hoc masing-masing dari unsur pengusaha dan unsur pekerja yang diangkat oleh Presiden atas usul ketua Mahkamah Agung.

Pengadilan hubungan industrial berwenang menangani ke-4 jenis perselisihan, dengan ketentuan bahwa pada tingkat pertama dan terakhir untuk perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Sedangkan tingkat pertama untuk jenis perselisihan hak, dan perselisihan PHK.

Putusan PHI di tingkat pengadilan negeri khusus untuk perselisihan hak dan PHK dapat diajukan kasasi ke mahkamah agung. Jadi, upaya hukum banding tidak dikenal dalam UU ini. Mahkamah agung sebagai lembaga tingkat kasasi telah memiliki majelis hakim hubungan industrial, yang diangkat oleh Presiden atas usul ketua mahkamah agung. Ketua majelis adalah hakim agung dan dua anggota majelis terdiri dari hakim ad-hoc, masing-masing dari unsur pengusaha dan unsur pekerja, yang berwenang menangani perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja.

Perselisihan hubungan Industrial

UU No. 2 Tahun 2004, merumuskan perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat buruh, karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat sekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Pengertian di atas memperlihatkan bahwa, cakupan dari perselisihan hubungan industrial, yaitu:

  1. perselisihan hak;
  2. perselisihan kepentingan;
  3. perselisihan PHK; dan
  4. perselisihan antara serikat sekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

ad. a. Perselisihan hak timbul karena tidak dipenuhinya hak; di mana hal ini timbul karena perbedaan pelaksanaan atau perbedaan penafsiran terhadap ketentuan UU PK, PP atau PKB.
Ad. b. Perselisihan kepentingan timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan atau perubahan syarat-syarat kerja dalam PK, PP atau PKB.
Ad.c. Perselisihan PHK timbul apabila tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak.
Ad.d. Perselisihan antara SP/SB dalam satu perusahaan karena tidak adanya kesesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatan.

UU ini membawa perubahan fundamental, utamanya mengenai mekanisme yang harus ditempuh dalam setiap perselisihan. Didirikannya pengadilan hubungan industrial dalam lingkungan peradilan umum (dalam hal ini pengadilan negeri) juga hal yang baru. Saat masih berlakunya UU No. 22 Tahun 1957, penyelesaian perselisihan perburuhan dilakukan oleh lembaga yang dibentuk di lingkungan departemen tenaga kerja yang disebut dengan Panitia Penyelesian Perburuhan.




Share this article :

+ komentar + 1 komentar

27 Mei 2012 pukul 18.31

mbak kalau perbedaan mekanisme antara uu no 22 tahun 57 dengan uu no 2 tahun 2004 gimana y

Posting Komentar

 
Support : Rosma
Copyright © 2011. Rosma - All Rights Reserved
Published by Hafid Cyber
Proudly powered by Blogger