Jenis-jenis kontrak

Minggu, 29 Mei 20110 komentar

Para ahli di bidang kontrak tidak ada kesatuan pandangan tentang pembagian kontrak. Ada ahli yang mengkajinya dari sumber hukumnya, namanya, bentuknya, aspek kewajibannya, maupun aspek larangannya. Berikut ini disajikan jenis-jenis kontrak berdasarkan pembagian di atas.

1. Kontrak Menurut Sumber Hukumnya (Sudikno Mertokusumo, 1987: 11)

Kontrak berdasarkan sumber hukumnya merupakan penggolongan kontrak yang didasarkan pada tempat kontrak itu ditemukan. Sudikno Mertokusumo menggolongkan perjanjian (kontrak) dari sumber hukumnya. la membagi jenis perjanjian (kontrak) menjadi lima macam, yaitu

  1. perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti halnya perkawinan;
  2. perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang berhubungan dengan peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak milik;
  3. perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban;
  4. perjanjian yang bersumber dari hukum acara, yang disebut dengan bewijsovereenkonist;
  5. perjanjian yang bersumber dari hukum publik, yang disebut dengan publieckrechtelijke overeenkomst.

2. Kontrak Menurut Namanya

Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum di dalam Pasal 1319 KUH Perdata dan Artikel 1355 NBW. Di dalam Pasal 1319 KUH Perdata dan Artikel 1355 NBW hanya disebutkan dua macam kontrak menurut namanya, yaitu kontrak nominaat (bernama) dan kontrak innominaat (tidak bernama).

Kontrak nominaat adalah kontrak yang dikenal dalam KUH Perdata. Yang termasuk dalam kontrak nominaat adalah jual beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam-meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian, dan lain-lain.

Sedangkan kontrak innominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum dikenal dalam KUH Perdata. Yang termasuk dalam kontrak innominaat adalah leasing, beli sewa, franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, keagenan, production sharing, dan lain-lain.

3. Kontrak Menurut Bentuknya

Di dalam KUH Perdata, tidak disebutkan secara sistematis tentang bentuk kontrak. Namun apabila kita menelaah berbagai ketentuan yang tercantum dalam KUH Perdata maka kontrak menurut bentuknya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu kontrak lisan dan tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak (Pasal 1320 KUH Perdata). Dengan adanya konsensus maka perjanjian itu telah terjadi. Termasuk dalam golongan ini adalah perjanjian konsensual dan riil.

Kontrak tertulis merupakan kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan. Hal ini dapat kita lihat dalam perjanjian hibah yang harus dilakukan dengan akta notaris (Pasal 1682 KUH Perdata).

4. Kontrak Timbal Balik

Kontrak timbal balik merupakan perjanjian yang dilakukan para pihak menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban pokok seperti pada jual beli dan sewa-menyewa. Perjanjian timbal balik ini dibagi menjadi dua macam, yaitu timbal balik tidak sempurna dan timbal balik sepihak. Kontrak timbal balik tidak sempurna menimbulkan kewajiban pokok bagi satu pihak, sedangkan lainnya wajib melakukan sesuatu. Perjanjian sepihak merupakan perjanjian yang selalu menimbulkan kewajiban-kewajiban hanya bagi satu oihak.

5. Perjanjian Cuma-Cuma atau dengan Alas Hak yang Membebani

Perjanjian ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi dari pihak lainnya. Perjanjian cuma-cuma merupakan perjanjian yang menurut hukum hanya menimbulkan keuntungan bagi salah satu pihak. Contohnya hadiah dan pinjam pakai. Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang membebani merupakan perjanjian, di samping prestasi pihak yang satu senantiasa ada prestasi (kontra) dari pihak yang lain yang menurut hukum saling berkaitan.

6. Perjanjian Berdasarkan Sifatnya

Penggolongan ini didasarkan pada hak kebendaan dan kewajiban yang ditimbulkan dari adanya perjanjian tersebut. Perjanjian menurut sifatnya dibagi menjadi dua macam yaitu perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst) dan perjanjian obligatoir.

7. Perjanjian Dari Aspek Larangannya

Penggolongan perjanjian berdasarkan aspek larangannya merupakan penggolongan perjanjian dari aspek tidak diperkenankannya para pihak untuk membuat perjanjian yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Ini disebabkan perjanjian itu mengandung praktik monopoli atau persaingan tidak sehat.

Sumber: Buku "Hukum Kontrak - Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak" - Salim HS., SH., MS.

www.indolawcenter.com

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Rosma
Copyright © 2011. Rosma - All Rights Reserved
Published by Hafid Cyber
Proudly powered by Blogger