Pengertian, Akibat & Berakhirnya Perjanjian Hukum Privat

Kamis, 07 April 20110 komentar

A. Pengertian Perjanjian

Hukum Privat

Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (Pasal 1313 BW). Pengertian
perjanjian ini mengandung unsur :
a. Perbuatan,
Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang Perjanjian ini lebih tepat jika
diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan
tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan;
b. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih,
Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling
berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama
lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.
c. Mengikatkan dirinya,
Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada
pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul
karena kehendaknya sendiri.

B.Akibat Perjanjian

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua kontrak
(perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
Dari Pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi
kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang
membuat perjanjian harus menaati hukum yang sifatnya memaksa. Suatu perjanjian
tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena
alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian tidak
hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga
untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan,
kebiasaan atau undang-undang.
Suatu perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga.

C.Berakhirnya Perjanjian

Perjanjian berakhir karena :
a. ditentukan oleh para pihak berlaku untuk waktu tertentu;
b. undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian;
c. para pihak atau undang-undang menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa
tertentu maka persetujuan akan hapus;
Peristiwa tertentu yang dimaksud adalah keadaan memaksa (overmacht) yang
diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata. Keadaan memaksa adalah suatu
keadaan dimana debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur yang
disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, misalnya karena
adanya gempa bumi, banjir, lahar dan lain-lain. Keadaan memaksa dapat dibagi
menjadi dua macam yaitu :
• keadaan memaksa absolut adalah suatu keadaan di mana debitur sama sekali
tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh karena adanya
gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar (force majeur).
Akibat keadaan memaksa absolut (force majeur) :
a. debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUH Perdata);
SieInfokum-Ditama Binbangkum 3
b. kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi
hukum bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontra prestasi,
kecuali untuk yang disebut dalam Pasal 1460 KUH Perdata.
• keadaan memaksa yang relatif adalah suatu keadaan yang menyebabkan
debitur masih mungkin untuk melaksanakan prestasinya, tetapi pelaksanaan
prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban besar yang tidak
seimbang atau menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia
atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar. Keadaan
memaksa ini tidak mengakibatkan beban resiko apapun, hanya masalah waktu
pelaksanaan hak dan kewajiban kreditur dan debitur.
d. pernyataan menghentikan persetujuan (opzegging) yang dapat dilakukan oleh
kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak pada perjanjian yang bersifat
sementara misalnya perjanjian kerja;
e. putusan hakim;
f. tujuan perjanjian telah tercapai;
g. dengan persetujuan para pihak (herroeping).
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Rosma
Copyright © 2011. Rosma - All Rights Reserved
Published by Hafid Cyber
Proudly powered by Blogger