Amandemen Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Kamis, 07 April 20110 komentar

Amandemen/penyempurnaan Undang-undang No. 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen dilakukan melalui serangkaian kegiatan
mulai dari pemetaan pasal-pasal Undang-Undang Perlindungan Konsumen
yang memerlukan penyempurnaan, melakukan pembahasan dengan para
pakar dan praktisi hukum pidana dalam forum group discussion yang
intensif dan terakhir seminar membahas penyempurnaan naskah
akademis Undang-undang dimaksud.
Kegiatan penyusunan amandemen Undang-undang Perlindungan
Konsumen dimulai sejak akhir tahun 2005 dan selesai pertengahan tahun
2007. Naskah Akademis Amandemen Undang-undang Perlindungan
Konsumen sudah disampaikan kepada Menteri Perdagangan melalui Surat
Ketua BPKN No. 42/BPKN/Set/7/2007 tanggal 5 Juli 2007 perihal usulan
perubahan Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, untuk dapat dimasukkan dalam Proglenas tahun 2011.
Beberapa hal mendasar dalam Undang-undang Perllindungan
Konsumen, yang diusulkan untuk disempurnakan diantaranya :
a. Sistematika Undang-undang akan memisahkan secara jelas dan tegas
antara tanggungjawab Pelaku Usaha barang dengan tanggungjawab
Pelaku Usaha jasa, karena secara hukum kedua jenis tanggungjawab
tersebut memiliki perbedaan yang mencolok.
b. Jenis tanggungjawab Pelaku Usaha akan terdiri dari dua jenis, yaitu
tanggungjawab kontraktual, yaitu tanggungjawab Pelaku Usaha
berdasarkan kontrak yang dibuatnya, dan tanggung jawab produk
(product liability) yaitu tanggungjawab Pelaku Usaha barang bergerak
atas dasar tanggung jawab langsung (strict liability).
c. Penyelesaian sengketa konsumen akan dipisahkan secara tegas antara
penyelesaian sengketa secara litigasi dan non litigasi, dan penyelesaian
secara non litigasi dibatasi dalam nilai gugatan tertentu.
d. Penyelesaian sengketa konsumen secara non litigasi yang dilakukan
melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), dapat
digambarkan sebagai berikut:
(1) Gugatan konsumen terhadap Pelaku Usaha harus diputuskan oleh
BPSK dalam waktu 21 hari kerja;
(2) Putusan BPSK bersifat final dan mengikat (final and binding);
(3) Dalam 7 (tujuh) hari kerja setelah putusan BPSK, Pelaku Usaha
wajib melaksanakan putusan tersebut;
2
(4) Baik Pelaku Usaha maupun Konsumen dapat mengajukan keberatan
ke Pengadilan Negeri dalam tenggang waktu 14 hari kerja terhitung
sejak putusan BPSK, dan Pengadilan Negeri harus memberikan
putusan dalam waktu 21 hari kerja;
(5) Terhadap putusan Pengadilan Negeri dapat diajukan kasasi ke
Mahkamah Agung dalam tenggang waktu 14 hari terhitung sejak
putusan Pengadilan Negeri, dan Mahkamah Agung harus
memutuskan dalam waktu 30 hari.
(6) Apabila Pelaku Usaha maupun Konsumen tidak mengajukan
keberatan, dan si Pelaku Usaha juga tidak melaksanakan putusan
BPSK dalam tenggang waktu 7 hari terhitung sejak putusan BPSK,
maka BPSK wajib menyerahkan kasus tersebut kepada penyidik.
e. Kedudukan, fungsi, tugas dan wewenang berbagai lembaga, akan
ditata kembali antara lain:
(1) Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).
Badan ini akan lebih difungsikan sebagai badan yang
mengkoordinasikan mulai dari kebijakan sampai dengan
pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan konsumen.
(2) Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Badan ini akan difokuskan pada upaya penyelesaian sengketa
konsumen secara non litigasi, sehingga fungsi-fungsi pengawasan,
penelitian, konsultasi dan lain-lain yang sekarang dimiliki oleh
BPSK, akan dikembalikan kepada lembaga atau aparat pemerintah
terkait.
(3) Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)
Akan semakin diakui eksistensi LPKSM sebagai mitra dalam
penegakan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Bidang
garapannya akan diarahkan pada spesialisasi, misalnya LPKSM
Kelistrikan, LPKSM Kesehatan, LPKSM Perbankan, dan lain-lain.

Reff : www.bpkn.go.id
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Rosma
Copyright © 2011. Rosma - All Rights Reserved
Published by Hafid Cyber
Proudly powered by Blogger