Yayasan Berpotensi sebagai tempat korupsi

Sabtu, 09 April 20110 komentar

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melakukan verifikasi terhadap seluruh yayasan yang dimiliki departemen atau instansi negara. Saat ini sudah 80 departemen dan instansi pemerintah yang melaporkan yayasannya ke KPK.

"Jika dalam verifikasi ditemukan penyimpangan, KPK akan mengusutnya. Karena penyelewengan yayasan yang bernaung di bawah instansi negara bisa masuk dalam delik korupsi. Karena pengelolaan yayasan itu menyangkut pengelolaan keuangan negara." kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bidang Pencegahan Haryono Umar, seusai bertemu sejumlah direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kemarin.

BUMN yang diundang KPK kemarin adalah PT Telkom, PT Garuda Indonesia. PT Pertamina. Bank Indonesia, PT Aneka Tambang, dan Bank Mandiri.

Menurut Haryono, penyalahgunaan keuangan pada yayasan yang berada dalam naungan instansi pemerintah bisa diusut dengan delik korupsi.

Haryono mengatakan, yayasan-yayasan itu harus ditertibkan agar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Jika mengacu pada undang-undang tersebut, maka pegawai BUMN atau departemen tempat yayasan itu bernaung dilarang menjadi pengurus yayasan.

Sebaiknya yayasan diurus oleh orang yang profesional, sedangkan pegawai negeri dan pejabat pemerintah dibayar bukan untuk mengurusi yayasan, kata Haryono.

Untuk pembenahan yayasan, Haryono menyatakan KPK sudah memberi waktu hingga Oktober 2008, sesuai dengan UU Yayasan. "Yayasan itu harus diperjelas, aset milik siapa. Jangan sampai dikelola secara tidak jelas," ujar Haryono.

Menurut Haryono, setiap aset negara harus dikuasai negara. Dalam pertemuan itu KPK menemukan Bank Mandiri memiliki satu yayasan yang sudah lepas dari BUMN tersebut. Namun, KPK akan menyelidiki apakah yayasan tersebut masih menggunakan fasilitas Bank Mandiri atau tidak. Masih berkantor di lingkungan Mandiri atau tidak." kata Haryono.

Selain menyelidiki yayasan di bawah naungan Bank Mandiri, menurut Haryono KPK juga akan menyelidiki pengelolaan yayasan yang berada di bawah naungan Bank lndonesia (BI) dan Garuda Indonesia karena ada dugaan yayasan tersebut menggunakan aset negara. Yayasan di bawah BI adalah Yayasan Perguruan Bank Indonesia (Yasperbi). Sedangkan yayasan yang dikelola Garuda Indonesia adalah Yayasan Attaqwa.

Yasperbi diduga masih menikmati sejumlah aset BI yang masuk dalam kategori aset negara. "Itu masih menjadi bagian dari BI", kata Haryono.

Sedangkan Yayasan Attaqwa yang bergerak di bidang pendidikan dan keagamaan, diduga masih menempati sejumlah gedung dan aset milik Garuda Indonesia. Yayasan itu masih menggunakan masjid dan tanah milik Garuda Indonesia." kata mantan auditor tersebut.

Menurut Haryono, sebuah yayasan seharusnya terlepas dan institusi induk. Artinya, yayasan tidak diperbolehkan menikmati aset atau keuangan negara yang dipercayakan kepada BUMN atau instansi pemerintah.

Sesuai UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan, seluruh yayasan harus terpisah dan instansi induk.

Jika mengacu pada kedua aturan itu. pengelolaan yayasan harus sudah terlepas dan institusi induk pada Oktober 2008. Namun, pada praktiknya, hingga 2009, sejumlah yayasan masih menggunakan aset perusahaan atau instansi pemerintah "Aturan itu menjelaskan, kalau mau jadi yayasan, semua aset harus dikembalikan ke negara." kata Haryono menambahkan.

Sementara itu, yayasan yang dimiliki Garuda, Aneka Tambang, dan Telkom kini masing-masing tinggal dua yayasan. Sedangkan Bank Indonesia memiliki tiga yayasan. Adapun Pertamina memiliki satu yayasan. "Pertamina tadinya punya empat. Tapi tinggal satu," kata Haryono.

Sebelumnya, KPK memanggil enam instansi terkait penertiban yayasan. Keenam instansi itu adalah Perusahaan Umum Perhutani, Departemen Hukum dan HAM, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Tenaga Kerja, Departemen Pertanian, dan Departemen Pekerjaan Umum. Dalam pengusutan aset yayasan ini, KPK menemukan sejumlah yayasan yang status hukumnya sudah menjadi swasta, tetapi masih menggunakan fasilitas negara tanpa membayar uang sewa. Salah satunya adalah Yayasan Tenaga Kerja Indonesia yang berada di bawah naungan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Yayasan ini menempati gedung di atas lahan milik departemen seluas dua hektare. Gedung bertingkat 15 itu berada di salah satu jalan protokol, Jalan Gatot Subroto, Jakarta.

Sebelumnya. KPK menemukan sedikitnya lima yasasan di bawah departemen pemerintah tidak dikelola dengan baik. Misalnya, beberapa yayasan tidak melaporkan dana pemerintah yang diterimanya. Beberapa lainnya masih menggunakan beberapa fasilitas pemerintah.

KPK akan memantau pengelolaan sejumlah yayasan tersebut. Beberapa yayasan akan ditutup, sedangkan yang lain tetap dibiarkan beroperasi.

http://www.kpk.go.id

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Rosma
Copyright © 2011. Rosma - All Rights Reserved
Published by Hafid Cyber
Proudly powered by Blogger