Sistematika KUHPerdata Tentang Perikatan

Senin, 18 April 20110 komentar

Ketentuan tentang perikatan ini diatur dalam BW pada Buku III. Secara sistematis diatur ketentuan-ketentuan secara umum atau khusus emngenai perikatan. Untuk jelasnya dalam tulisan ini akan dijelaskan sitematika dan ulasan singkat KUH Perdata Buku III dan beberapa penjelasan Macam Hukum Perikatan yang dilihat dari seumber perikatan terjadi.

Buku III BW mengatur mengenai hukum perikatan. Bagian umum terdiri dari empat, dan bagian khusus terdiri dari lima belas bab. Bagian umum bab pertama mengatur ketentuan-ketentuan untuk semua perikatan, baik yang timbul dari persetujuan maupun undang-undang,. Bertentangan dengan judulnya yang berbunyi: “Tentang perikatan-perikatan pada umumnya”, Bab I mengandung banyak ketentuan-ketentuan yang hanya berlaku bagi persetujuan saja. Sebagian besar dari bab ini ditujukan kepada pembagian perikatan-perikatan. Hal ini mengoper secara hurufiah Code Perancis, sedangkan ketentuan-ketentuan tersebut dalam Code diperuntukkan bagi perikatan yang timbul dari persetujuan.

Dalam Bab II diatur ketentuan-ketentuan mengenai perikatan-perikatan yang timbul dari persetujuan.

Dalam Bab III yang berjudul: “Perikatan-perikatan yang timbul dari undang-undang” hanya terdapat dua ketentuan umum, yaitu pasal 1352 dan pasal 1353 dan selanjutnya mengatur tiga perikatan-perikatan khusus yang terjadi karena undang-undang, yaitu perwakilan sukarela, pembayaran yang tidak terutang dan perbuatan melawan hukum. Menurut Pitlo[2]tiga perikatan khusus tersebut seharusnya ditempatkan dalam persetujuan-persetujuan tertentu.

Bab IV mengatur ketentuan-ketentuan tentang cara hapusnya perikatan-perikatan, tanpa memperhatikan apakah perikatan itu terjadi karena persetujuan atau undang-undang.

Bab V sapai dengan Bab XVIII dan Bab VII A mengatur mengenai persetujuan-persetuan bernama (tertentu). Dalam bab ini terdapat persetujuan-persetujuan yang seringkali dibuat dalam masyarakat misalnya, jual-beli, sewa-menyewa, pemberian kuasa dan sebagainya. Selain itu terdapat juga persetujuan-perserujuan yang tidak begitu penting artinya bagi masyarakat.: tukar-menukar, pinjam pakai, bunga tetap, dan bunga abadi. Beberpa persetujuan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang: perseroan, asuransi, komisioner, makelar dan pengangkutan.

Bagian umum mengatur ketentuan-ketentuan pokok tentang hukum perikatan, sedangkan bagian khusus membahas lebih lanjut ketentuan-ketentuan pokok tersebut untuk hal-hal khusus. Dalam ketentuan-ketentuan khusus adakalanya terdapat ketentuan-ketentuan yang hanya mengulangi apa yang telah diatur dalam bagian umum. Selain itu terdapat pula ketentuan-ketentuan yang merupakan pengecualian dai ketentuan-ketentuan pokok.

Seringkali dari ketentuan-ketentuan khusus dapat ditarik suatu ketentuan pokok yang dapat dipergunakan bagi semua perikatan yang terjadi dari hubungan-hubungan yang sejenis.

Bagian V lama Bab VI, yang berdasarkan S.1879-256 dinyatakan berlaku bagi golongan pribumi dan yang dismakan diganti dengan Bab VII A berdasarkan S.1926-335 jis 458, 565 dan S.1927-108. akan tetapi menurut pasal VI ketentuan-ketentuan penutup) dari S.1926-335, bagian V lama masih dinyatakan berlaku bagi golongan Pribumi, Tionghoa, dan Timur Asing lainnya.

Walaupun banyak persetujuan yang belum diatur dalam UU, akan tetapi karena azas kebebasan berkontrak, yang artinya bahwa setiap orang adalah bebas untuk membuat persetujuan apapun selain yang telah diatur oleh UU, maka tidak tertutup kemungkinan bagi para pihak untuk membuat persetuan-persetujuan tersebut.

Peraturan per-UU-an mengenai hukum persetujuan bersifat menambah (aavullend recht), yang artinya pihak-pihak dalam membuat persetujuan bebas untuk menyimpang dari ketentuan yang tersebut dalam BW.

Mengenai kebebasan pihak-pihak untuk membuat persetujuan-persetujuan diadakan beberapa pembatasan, yaitu tidak boleh melanggar hukum yang bersifat memaksa, ketertiban umum dan kesusilaan.

Untuk lebih jelasnya secara sistematis Buku III KUH Perdata Indonesia berisi:[3]

Bab I Perikatan Pada Umumnya

Bab II Perikatan yang Lahir dari Kontrak atau Persetujuan

Bab III Periaktan yang Lahir karena Undang-Undang

Bab IV Hapusnya Perikatan

Bab V Jual Beli

Bab VI Tukar Menukar

Bab VII Sewa Menyewa

Bab VIIA Perjanjian Kerja

Bab VIII Perseroan Perdata

Bab IX Badan Hukum

Bab X Penghibahan

Bab XI Penitipan Barang

Bab XII Pinjam Pakai

Bab XIII Pinjam Pakai Habis

Bab XIV Bunga Tetap dan Bunga Abadi

Bab XV Persetujuan Untung-untungan

Bab XVI Pemberian Kuasa

Bab XVII Penanggungan Utang

Bab XVIII Perdamaian

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Rosma
Copyright © 2011. Rosma - All Rights Reserved
Published by Hafid Cyber
Proudly powered by Blogger